Wartasentral.com, Jakarta – Pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra menilai, petisi yang meminta pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi), merupakan hal yang inkonstitusional.
Pasalnya, hal itu tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Pemakzulan itu inkonstitusional. Mustahil prosesnya dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, pemakzulan itu prosesnya panjang dan memakan waktu,” papar Yusril, yang merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, melalui keterangan persnya, Minggu (14/1/24).
Ia menjelaskan, pemakzulan harus dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang mengeluarkan pendapat bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 1945.
“Yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden,” bebernya.
Tanpa uraian jelas mengenai aspek mana dari Pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar presiden, sebutnya, maka pemakzulan adalah langkah inkonstitusional.
“Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andai DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Yusril.
Tak hanya itu, lanjutnya, jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan, DPR menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR.
Selanjutnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak.
“Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai,” tegasnya.
Saat itu dimulai, Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara, kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu, tidak tertahankan lagi.
Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut menilai, Pemilu bisa gagal dilaksanakan jika pemakzulan dimulai sekarang.
“Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada Presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan,” sebutnya.
Ia mengaku heran dengan tokoh-tokoh yang berusaha memakzulkan Presiden, lewat Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Pasalnya, menurut Yusril, rencana pemakzulan harus disampaikan kepada fraksi-fraksi DPR, agar lembaga ini bisa segera menindaklanjutinya.
Lebih lanjut, dia menilai, pemakzulan adalah aksi yang dilakukan untuk memperkeruh pelaksanaan Pemilu 2024.
Ia pun mengimbau segenap lapisan masyarakat,untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan pemilu.
“Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan Presiden berlangsung secara damai dan demokratis, sesuai UUD 1945,” ajaknya. (Berge)