Wartasentral.com, Jakarta — Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat, menegaskan pentingnya menghidupkan kembali perhatian terhadap ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang menjadi dasar hukum keberlakuan sejumlah ketetapan MPR, harus segera ditindaklanjuti agar tidak terus terabaikan.
Berbicara dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema “Evaluasi Keberadaan TAP MPR 1/2023 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960 s/d 2002”, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/9/2025), Martin menjelaskan, sebelum reformasi, MPR memiliki kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang memilih presiden dan wakil presiden, serta menetapkan ketetapan yang mengatur kehidupan kenegaraan.
Namun, setelah reformasi, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara lain, sementara kewenangan memilih presiden beralih langsung ke rakyat.
“Dari 139 TAP MPR yang pernah dibuat sejak 1960, sebanyak 104 sudah dicabut. Sebagian lainnya masih berlaku hingga ada undang-undang yang menggantikannya. Masalahnya, banyak TAP MPR yang sampai sekarang belum ditindaklanjuti dalam bentuk undang-undang,” ujar Martin.
Ia mencontohkan, TAP MPR terkait etika kehidupan berbangsa dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seharusnya dijadikan prioritas.
Menurutnya, hilangnya nilai etika politik dan maraknya kasus korupsi menegaskan urgensi implementasi TAP MPR tersebut.
Martin menambahkan, sejumlah undang-undang seperti tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang memang sudah hadir, tetapi masih parsial dan belum sepenuhnya menjawab amanat TAP MPR.
“Ada tuntutan, agar TAP MPR Nomor I Tahun 2003 benar-benar dilaksanakan. MPR bisa menyarankan kepada pemerintah dan DPR, untuk menindaklanjuti ketetapan yang belum dijabarkan dalam undang-undang,” ujarnya.
Ia menegaskan, pemerintah dan DPR harus menjadikan isu TAP MPR sebagai agenda serius.
“Kalau sudah ada undang-undang, TAP MPR otomatis tidak berlaku lagi. Tetapi, jangan dibiarkan menggantung tanpa tindak lanjut. Ini momentum bagi kita, memperkuat etika berbangsa dan pemberantasan KKN,” utas Martin. (Berb)