Wartasentral.com, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, menolak rencana pemerintah memberi karpet merah bagi pembaruan izin usaha pertambangan (IUP) PT. Freeport Indonesia (PTFI) sampai tahun 2061, melalui revisi PP No.69 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“IUP untuk PTFI ini kan baru akan berakhir tahun 2041, sementara amanat UU paling cepat izin perpanjangan baru bisa diajukan lima tahun sebelum izin berakhir, yakni tahun 2036. Jadi masih lama sekali,” kata Mulyanto kepada para wartawan, Sabtu (4/5/2024).
Ia menyarankan, urusan itu di serahkan saja pada pemerintahan yang baru. Tidak harus kejar tayang.
Menurut Wakil Ketua F-PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini, revisi PP tersebut hanya akal-akalan pemerintah untuk mengamankan kepentingan pihak PTFI. Pasalnya, pembaruan izin tambangnya, belum bisa diproses sesuai regulasi yang ada.
“Saya mencurigai rencana revisi PP minerba ini, untuk mengakomodasi permintaan PTFI yang kelihatan begitu bernafsu untuk bisa memperbarui IUP mereka, meskipun dari sisi waktu tidak memenuhi regulasi yang ada,” ujar Mulyanto.
Bahkan ia menyebut, ide melakukan revisi PP tersebut tidak elegan, kalau hanya untuk mengamankan kepentingan PTFI atau sekedar kejar tayang, di akhir masa Pemerintahan Presiden Jokowi.
“Ini, akan merusak tatanan sistem pengelolaan minerba nasional secara jangka panjang,” tukas Anggota Baleg DPR RI ini.
Lantaran itu, ia mendesak Komisi VII DPR RI, untuk memanggil Menteri ESDM Arifin Tasrif, untuk mengkonfirmasi dan menjelaskan rasionalitas rencana Menteri Investasi tersebut.
Menurut Mulyanto, tidak ada urgensi untuk buru-buru memberikan izin perpanjangan kepada PTFI, apalagi dengan mengubah PP yang ada.
Lantas ia meminta Presiden Jokowi, menyerahkan masalah perpanjangan izin itu pada pemerintahan yang akan datang agar lebih obyektif.
“Ini jadinya, terkesan pemerintah ngebet ingin kejar tayang di akhir masa jabatannya,” sindir Mulyanto.
Ia mengatakan, hal penting yang perlu dilakukan justru adalah, mengevaluasi kinerja PTFI ini sebelum mereka mengajukan pembaruan izin.
“PTFI tidak layak diberi perpanjangan izin, karena kinerja selama ini kurang baik. Buktinya, jadwal pembangunan smelter molor terus lebih dari delapan kali,” ungkapnya.
Harusnya, ia menyarankan pemerintah lebih berhati-hati, memberikan perpanjangan izin bukan malah mempermudahnya.
“Gara-gara PTFI, Pemerintah mengamandemen UU No. 4/2009 tentang Minerba. Dan naasnya, setelah diubah, tetap saja UU No. 3/2020 tentang Minerba yang baru dilanggar kembali,” sambungnya.
Mulyanto menambahkan, UU Minerba yang baru, mengamanatkan agar smelter PTFI harus sudah jadi bulan Juni 2023 dan sejak itu berlaku pelarangan ekspor konsentrat.
Tetapi faktanya, ekspor konsentrat tetap diizinkan sampai Desember 2023, bahkan ditambah 6 bulan lagi sampai Mei 2024.
“Ditengarai smelter PTFI ini, juga belum optimal di bulan Mei 2024, sehingga perlu relaksasi ekspor konsentrat lagi,” tandasnya.
Ia heran, pemerintah menutup mata dengan kinerja belepotan seperti itu, bahkan rela mengubah PP untuk sekedar memberi karpet merah bagi PTFI, memperpanjang izin tambang mereka. Itu baginya kebangetan.
Artinya, tambah Legislator asal Dapil Banten 3 ini, pemerintah tidak punya marwah dan wibawa, terkesan didikte oleh pihak PTFI untuk melanggar regulasi yang ada.
“Ini contoh yang tidak baik, betapa mudahnya regulasi yang ada dipermainkan oleh perusahaan,” ujarnya.
Ia merasa, yang perlu digesa adalah kinerja PTFI, agar mereka segera merampungkan pembangunan dan mengoperasikan smelternya.
“Serta, mencabut relaksasi ekspor konsentrat tembaga, sesuai perintah UU Minerba,” pungkasnya. (Rck)