Wartasentral.com, Fakfak — Sejarah mencatat tanggal 1 Mei 1963 sebagai salah satu momen krusial, dalam perjalanan bangsa Indonesia. Yakni, kembalinya wilayah Irian Barat ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Peristiwa monumental itu, menurut Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Fakfak Angkatan ke-21 Imran Alwi Fuad, bukanlah didapat dengan mudah.
“Melainkan, melalui proses panjang perjuangan yang melibatkan kekuatan diplomasi internasional dan kesiapsiagaan militer,” ungkapnya, Selasa (29/4/2025).
Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, imbuhnya, sebagian wilayah yang sebelumnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, yakni Irian Barat, masih berada di bawah kekuasaan Belanda.
Ia memaparkan, Pemerintah Indonesia sejak awal menegaskan klaimnya, bahwa seluruh bekas wilayah jajahan Belanda adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Namun, Belanda menolak untuk menyerahkan wilayah tersebut.
Menurutnya, salah satu situasi ini memicu ketegangan yang terus meningkat, antara Indonesia dan Belanda. Puncak ketegangan tersebut, terjadi pada awal dekade 1960-an.
“Pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Presiden Soekarno melancarkan sebuah operasi yang sangat penting, yaitu Operasi Trikora atau Tri Komando Rakyat,” ujar Imran Alwi Fuad kepada media ini.
Ia menjelaskan, Operasi Trikora dilancarkan dengan tiga tujuan utama yang jelas. Tiga tujuan utama Trikora adalah, menggagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda, mengibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat dan mempersatukan wilayah itu ke dalam NKRI.
Langkah militer yang menunjukkan keseriusan Indonesia itu, kupasnya, kemudian diikuti dengan serangkaian upaya diplomatik yang intens di kancah internasional.
“Indonesia gencar melakukan lobi dan negosiasi di berbagai forum internasional, untuk mendapatkan dukungan atas klaimnya terhadap Irian Barat,” ulasnya.
Akhirnya, kata Imran, di bawah mediasi aktif dari Amerika Serikat, Indonesia dan Belanda mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak, menandatangani Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962.
“Perjanjian ini mengatur penyerahan administrasi Irian Barat dari Belanda, kepada badan sementara PBB, yaitu United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA),” bebernya.
Setelah masa transisi di bawah UNTEA, lanjutnya, administrasi wilayah tersebut kemudian diserahkan sepenuhnya kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.
Ia mengatakan, Peristiwa penyerahan penuh pada 1 Mei 1963 inilah, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kembalinya Irian Barat ke Pangkuan Ibu Pertiwi.
Momen tersebut, menjadi simbol kemenangan perjuangan bangsa Indonesia, memadukan strategi militer dengan keberhasilan diplomasi di panggung dunia.
“Kembalinya Irian Barat ke dalam NKRI, juga meneguhkan semangat persatuan bangsa dalam menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya. (Pune)