LPPM UNS Berhasil Kembangkan Obat Herbal & Bone Graft Bahan Asli Dalam Negeri

Cur-Ko Smart & Bovine Bone Graft hasil penelitian LPPM UNS (foto: ist)
Bagikan:

Wartasentral.com, Surakarta – Di balik tembok kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), semangat membawa hasil riset keluar dari laboratorium dan menjadikannya manfaat nyata bagi masyarakat.

Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), UNS menjadi jembatan antara temuan ilmiah dan kebutuhan publik, mengubah penelitian menjadi solusi yang benar-benar hidup di tengah masyarakat.

Dua di antara keberhasilan itu, memiliki benang merah yang sama. Yakni, memberdayakan potensi lokal untuk menjawab masalah global.

Yang pertama datang dari Pusat Studi Tropical Herbal Medicine, di bawah koordinasi Yuliana. Pusat studi ini, berupaya mengembangkan obat herbal asli Indonesia.

Kedua, dari tim riset biomaterial yang mulanya dikembangkan oleh Joko Triyono, menghasilkan material pengisi tulang (bone graft) berbasis sumber daya dalam negeri.

Menemukan Obat dari Alam Tropis

“Harapannya, produk herbal ini nantinya dapat menjadi pilihan utama dalam terapi penyakit, dibandingkan obat-obat sintetis yang kebanyakan masih diimpor,” ujar Yuliana, mengenai riset yang sudah dijalaninya selama bertahun-tahun.

Timnya berangkat, dari keprihatinan atas ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat impor. Lebih dari 90 persen, bahan sintetis masih didatangkan dari luar negeri.

Dari tantangan tersebut, mereka mulai menggali khazanah tanaman lokal, terutama yang tumbuh di sekitar Surakarta dan Tawangmangu.

Melalui serangkaian uji in silico, in vitro, hingga uji klinis, timnya menyaring ribuan fitokimia untuk menemukan senyawa paling potensial bagi penyakit metabolik seperti diabetes, obesitas, dan anemia.

Salah satu hasil produk unggulan yang telah mulai dihilirisasi adalah Cur-Ko Smart, suplemen herbal yang terbukti membantu mengontrol badai sitokin pada pasien COVID-19.

“Pasien-pasien yang mengonsumsi produk kami ini, mampu menurunkan kadar interleukin dan interferon gamma, sehingga gejala sesak napas dan batuk berkurang,” jelasnya.

Kini, Cur-Ko Smart telah dikembangkan bersama industri farmasi seperti Sidomuncul. Produk ini menjadi contoh nyata hilirisasi riset UNS yang berhasil menembus pasar.

Bagi Yuliana, pencapaian ini melebihi komersialisasi, tapi merupakan bentuk kemandirian bangsa dalam menyediakan bahan baku obat.

“Bangsa kita kaya akan sumber daya alam, tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya. Riset harus menjadi jalan, untuk mengangkat potensi lokal menjadi kekuatan nasional,” tegasnya.

Bone Graft dari Tulang Sapi Setempat

Sementara itu, dari sisi lain kampus, tim riset yang dimulai oleh Joko Triyono bersama mitra hilirisasi PT Bengawan Synergy Meditech (BSM), menghadirkan inovasi kesehatan berbasis biomaterial: bone graft lokal atau material pengisi tulang.

Menurut asisten peneliti dan anggota tim hilirisasi Fatah Ramadhan, ide ini muncul dari fakta bahwa angka patah tulang di Indonesia sangat tinggi, sementara hampir semua material pengisi tulang masih diimpor.

“Kami ingin menghadirkan solusi dari dalam negeri, memanfaatkan potensi lokal,” ungkapmya.

Tim memanfaatkan limbah tulang sapi dari rumah potong hewan di kawasan Surakarta dan sekitarnya, seperti Jagalan dan Boyolali.

Mereka mengolahnya, menjadi produk kesehatan bernilai tinggi. Hasilnya, lahirlah bovine bone graft yang kini telah lolos uji, masuk dalam e-katalog nasional, dan digunakan di berbagai rumah sakit.

Ia mengemukakan, respon pasar dan tenaga medis pun positif. Produk ini dinilai efektif, aman, dan jauh lebih terjangkau.

“Kami sudah mulai bekerja sama, dengan beberapa produsen alat kesehatan dan siap memperluas pasar ke tingkat internasional,” ujar Fatah.

Walaupun demikian, perjalanan menuju hilirisasi dikenang oleh Fatah sebagai salah satu masa tersulit dalam pengembangan inovasi material pengisi tulang ini. Ia menekankan, banyak riset yang berhenti di prototipe karena kesulitan mencari mitra industri.

“Tantangannya adalah, menjembatani sisi ilmiah dengan sisi bisnis. Tapi dengan dukungan asosiasi seperti Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) dan Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki), akhirnya kami menemukan mitra industri yang tepat,” utasnya.

Riset yang Hidup untuk Masyarakat

Baik Cur-Ko Smart maupun bovine bone graft menjadi bukti, riset di kampus bisa bergerak melebihi meja laboratorium.

Melalui LPPM UNS, inovasi itu berhasil menyeberang ke industri dan memberi dampak luas, dari meningkatkan daya saing produk lokal hingga memperkuat layanan kesehatan nasional.

Langkah-langkah ini mencerminkan semangat LPPM UNS, untuk terus memperkuat ekosistem hilirisasi di perguruan tinggi, mendorong kolaborasi antara akademisi, industri, dan masyarakat.

Karena pada akhirnya, riset bukan hanya tentang menemukan sesuatu yang baru, tapi juga tentang menghidupkan pengetahuan agar benar-benar memberi arti bagi kehidupan. (ick)

Tinggalkan Balasan