Wartasentral.com, Jakarta — Anggota Badan Pengkajian MPR RI sekaligus Senator DPD RI Dedi Iskandar Batubara, menyoroti kian melemahnya praktik desentralisasi di Indonesia.
Ia menilai semangat otonomi daerah yang menjadi salah satu tuntutan reformasi 1998, justru semakin tereduksi akibat berbagai regulasi yang menarik kewenangan daerah kembali ke pusat.
“Sejak reformasi, otonomi daerah adalah poin penting. Tapi hari ini kewenangan daerah makin terdistorsi. Undang-Undang Minerba, Cipta Kerja, sampai kebijakan fiskal justru menarik otoritas ke Jakarta,” ujar Dedi dalam forum diskusi bertajuk “Hubungan Pusat dan Daerah (Optimalisasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah),” Selasa (9/9/2025) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Anggota Badan Pengkajian Fraksi Golkar MPR RI Firman Subagyo dan peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro, ikut menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.
Lebih jauh Dedi mengatakan, desentralisasi sejatinya memiliki tiga tujuan utama: politik, ekonomi, dan administratif.
Namun, kondisi saat ini justru membuat daerah kehilangan peluang untuk mengelola sumber daya alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Daerah yang kaya sumber daya, seperti tambang nikel atau batubara, justru masih dihantui angka kemiskinan tinggi. Kekayaannya lari ke pusat, masyarakat setempat tetap miskin,” tegasnya.
Ia juga menyoroti turunnya alokasi dana transfer ke daerah yang pada 2019 mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun, kini tinggal Rp 650 triliun atau sekitar 29,4 persen. Kondisi ini, membuat kepala daerah semakin terbatas dalam melakukan inovasi pembangunan.
“Kalau izin-izin ditarik ke Jakarta dan PAD hanya bergantung pada PBB atau pajak kendaraan, bagaimana kepala daerah bisa berinovasi?” tanyanya.
Untuk k itu, ia merekomedasikan empat langkah yang harus segera dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah pusat lebih banyak melibatkan daerah dalam pengambilan kebijakan.
Kedua, memberikan kewenangan lebih luas kepada daerah untuk mengelola potensi dan sumber daya. Ketiga, mengurangi disparitas ekonomi antarwilayah dengan dukungan khusus dari pusat.
Sedang rekomendasi terahir, menurut Dedi, pemerintah perlu mereformasi sistem Pilkada agar melahirkan pemimpin daerah yang lebih berkualitas, tidak hanya bergantung pada rekomendasi partai di Jakarta.
“Kalau mekanisme politik tetap sentralistik, kepala daerah akan sibuk cari dukungan ke pusat, bukan mengurus daerahnya. Padahal semangat otonomi harusnya memberi ruang bagi daerah untuk tumbuh,” pungkasnya. (Berb)