Wartasentral.com, Depok – Penghentian perkara pencemaran nama baik atau pemfitnah, laporan palsu yang diduga dilakukan Anggi Septiana Wahyudin di Kepolisian Sektor (Polsek) Pancoran Mas dipertanyakan ? Pasalnya, Penghentian perkara tersebut dinilai janggal.
Korban Bidan Haryanti mengungkapkan, peristiwa tersebut berawal dari penipuan atau penggelapan uang Klinik Bidan Haryanti oleh S Riyanto ( RW 08 tugu) sebesar Rp 167.500.000 di tahun 2019 lalu.
Bukannya membayar, anak S Riyanto yang bernama Anggi Septiana Wahyudin, malah melakukan pemfitnahan dan melaporkan dirinya kepada pihak kepolisian.
“Mungkin ini dikarenakan ketidak terimaan pelaku atas orang tuanya, yang saya laporkan hingga diadili dan divonis bersalah di pengadilan, makanya dia (Anggi-red) memfitnah saya dan melaporkan ke polisi,” ujarnya di halaman Polsek Pancoran Mas, Kamis (10/10/2024).
Korban Bidan Haryanti menambahkan, dari pelaporan yang dilakukan Anggi ke pihak kepolisian, dinyatakan kasus tersebut dihentikan alias SP3 karena tidak cukup bukti.
“Saya, tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan Anggi. Bertemu Anggi saja saya tidak pernah, begitu pun dengan berkelahi, saya tidak pernah berkelahi dengannya,” ungkapnya.
Di pelaporan Anggi, kata korban, oknum penyidik kepolisian berinisial Ry, diduga ikut berperan dalam merekayasa laporan Anggi terhadapnya, hingga sampai pada tahap penyidikan, walaupun tidak cukup bukti.
Rekayasa yang dimaksud, tambah Bidan Haryanti, dengan membuat cerita seolah-olah dirinya bertemu dengan Anggi Septiana Wahyudin.
“Dan menghadirkan saksi palsu oknum Babinsa Mh namun Babinsa menolak untuk saksi palsu. Saya juga sudah melaporkan oknum penyidik ry tersebut ke Polda Metro Jaya,” paparnya.
Atas hal itu, sambungnya, ia melakukan pelaporan balik terhadap Anggi Septiana Wahyudin ke Polsek Pancoran Mas.
“Pelaporan saya sudah dilakukan gelar perkara, ahli pun sudah menyampaikan keterangan terkait laporan saya,” terangnya.
Cuma, kata Haryanti, ada dugaan penghilangan barang bukti, yang dilakukan Aipda AT.
“Barang buktinya berupa surat undangan klarifikasi, SPDP, surat panggilan, surat perintah penghentian dan surat ketetapan pemanggilan,” sambungnya.
Sebagai masyarakat, tentu dirinya berharap terciptanya keadilan sebagaimana tertuang dalam 16 program prioritas Kapolri.
“Saya, keluarga maupun klinik mengalami kerugian material, psikis, nama baik dan martabat atas dampak dari laporan itu. Makanya, saya berharap adanya keadilan,” pungkasnya. (Key)