Wartasentral.com, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan pentingnya peningkatan wajib belajar dari 9 tahun, menjadi 13 tahun.
Dengan demikian, wajib belajar 13 tahun tersebut harus diatur atau dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Hal itu disampaikan Hetifah, sebagai komitmen Komisi X DPR RI atas peningkatan wajib belajar 13 tahun bagi semua siswa, yang dimulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Berarti kalau kita bicara soal anggaran, ini memang harus dipastikan untuk memecahkan dulu persoalan-persoalan yang paling mendasar, yaitu tadi terkait hak anak-anak untuk memperoleh pendidikan dasar, yang bahkan di dalam Undang-Undang Sisdiknas nanti kita mau tingkatkan menjadi 13 tahun,” kata Hetifah dalam keterangannya, Rabu(23/7/2025).
Ia lantas menyinggung kondisi pendidikan saat ini, di mana anak-anak di tanah air rata-rata belum lulus pada tingkat SMP. Menurutnya, kualitas pendidikan menjadi wajah sebuah negara.
“Karena kalau rata-rata anak sekolah di Indonesia ini kan kurang dari 9 tahun, jadi sebenarnya mereka belum lulus SMP secara rata-rata. Jadi kita harus ada percepatan, harus didongkrak lagi, malu lah,” jelasnya.
Di sisi lain, Hetifah berharap Presiden Prabowo Subianto benar-benar memberi perhatian serius terhadap upaya pemerataan pendidikan nasional.
Yang terpenting, tekannya, Kepala Negara punya kemauan politik dalam membangun pendidikan di tanah air. Salah satunya, melalui penambahan anggaran untuk pendidikan.
“Kami mengharapkan di sini tentunya, ada perhatian dari Pak Presiden langsung. Kalau memang sekarang pendidikan kita masih seperti itu, maka perlu ada satu political will yang lebih besar terkait dengan penganggaran,” ujarnya.
Legislator Partai Golkar ini juga berharap, agar bisa mendefinisikan maksud dari anggaran pendidikan dalam RUU Sisdiknas. Dengan begitu, anggaran untuk pendidikan benar-benar bisa dialokasikan secara tepat.
“Dan memang mendukung visi Indonesia Emas, yang terkait dengan pembangunan SDM. Jadi ke situ ya ini arahnya dari sisi pengaturan,” ungkap Hetifah.
Tak hanya itu, ia berharap adanya pernyataan yang jelas khusus soal pendanaan. Misalnya, ketegasan bahwa pendidikan kedinasan tidak termasuk dalam dana pendidikan dan sebagainya.
Hetifah juga mengingatkan jika pendidikan, bahkan sejarah bangsa Indonesia terbangun karena adanya partisipasi dari sektor manapun.
Untuk itu, ia kembali berharap semua pihak berkontribusi membangun sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan.
“Jadi kita justru ingin siapapun warga negara Indonesia, ikut berkontribusi mencapai tujuan pendidikan,” pungkasnya. (Berbua).