Wartasentral.com, Depok — Gerakan Depok Bersatu (Gedor) menemukan indikasi pelanggaran dalam pelaksanaan proyek Keperluan Mendesak Rehabilitasi SDN Mekarjaya 29, yang dikerjakan CV Sapta Intan Sejahtera di bawah pengawasan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) Kota Depok.
Pihak Gedor menemukan dugaan penggunaan material bekas berupa balok kayu, di Proyek Rehabilitasi tersebut.
Proyek yang bersumber dari APBD Kota Depok Tahun Anggaran 2025 itu, nilai kontrak pekerjaannya sebesar Rp1,595 miliar dan masa pelaksanaan 90 hari kalender ini, kini disorot tajam oleh publik dan lembaga kontrol sosial.
Temuan Lapangan: Material Bekas pada Proyek Sekolah
Tim investigasi Gedor menemukan adanya dugaan penggunaan besi bekas dan kayu bongkaran eksisting bangunan, pada proses pengecoran beton di proyek SDN Mekarjaya 29 itu.
Menurut Sekretaris Jenderal Gedor Tora, praktik semacam ini tidak dapat dibenarkan karena berpotensi menurunkan kualitas konstruksi dan mengancam keselamatan pengguna fasilitas pendidikan.
“Ini bukan bentuk efisiensi atau pemanfaatan limbah konstruksi, tapi indikasi penyimpangan dalam pengadaan material proyek publik,” tegasnya.
Jika benar terbukti, ucapnya, ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip kontraktual dan berpotensi merugikan keuangan daerah.
Gedor menilai tindakan tersebut bisa bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menegaskan bahwa pelaksanaan proyek publik harus memenuhi asas efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas.
Kejanggalan Proses dan Minimnya Akses Publik
Gedor juga menyoroti praktik tertutupnya akses ke area proyek, yang digembok dan dibatasi dengan alasan keamanan.
Padahal, proyek publik yang dibiayai dari uang rakyat seharusnya dapat diawasi oleh masyarakat sebagai bagian dari hak publik, atas keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Publik tidak boleh dihalangi, untuk mengetahui bagaimana uang negara digunakan. Apalagi bila pelaksanaannya berada di lingkungan pendidikan, yang mestinya menjadi contoh integritas dan keterbukaan,” tambah Tora dengan nada tegas.
Upaya Konfirmasi dan Transparansi Dinas
Hingga berita ini diterbitkan, awak media bersama tim Gedor berupaya mengkonfirmasi dan melaporkan temuannya itu kepada pihak Disrumkim Kota Depok, Dinas Pendidikan, maupun pihak pelaksana proyek.
Kepala Bidang Tata Bangunan di Dinas Perumahan dan Permukiman (Disrumkim) Kota Depok Suwandi, ST., mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
Ia bahkan meminta kejelasan informasi titik material dimaksud dan jika benar, akan menegur pihak kontraktor pelaksananya
“Terima kasih atas infonya, Terkait hal tersebut saya tidak tahu dan baru tahu. Infokan saja untuk pekerjaan mana yang menggunakan material bekas, agar kami bisa tegur kontraktornya dan kami akan segera menindak lanjut hal ini” tukasnya.
Sementara di lokasi, salah satu pekerja proyek menyebut bahwa mandor, pengawas, dan pimpinan proyek tidak berada di tempat.
“Nggak ada Pak, lagi keluar. Mandor, pengawas, sama bosnya juga nggak ada,” jawabnya singkat.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan, lemahnya pengawasan teknis dari pihak terkait terhadap pelaksanaan proyek yang menggunakan dana publik.
Desakan Penegakan Hukum dan Audit Independen
Gedor menegaskan, jika benar terjadi pelanggaran, maka penegakan hukum harus dijalankan secara transparan.
Hal tersebut selaras dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan setiap penyalahgunaan kewenangan atau penggelapan anggaran negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Setiap rupiah dari uang rakyat, wajib dipertanggungjawabkan. Bila ditemukan manipulasi material atau mark-up kualitas, maka aparat penegak hukum harus turun tangan tanpa pandang bulu,” tandas Tora
Kedaulatan Pers dan Hak Publik atas Kepastian Hukum
Sebagai lembaga kontrol sosial, Gedor menegaskan pentingnya peran pers independen dan masyarakat sipil dalam menjaga akuntabilitas penggunaan APBD.
Kritik ini, menurut Gedor, bukan bentuk permusuhan, melainkan upaya memperkuat peran dan fungsi lembaga swadaya masyarakat (LSM), kedaulatan pers dan hak publik atas kepastian hukum dalam tata kelola pemerintahan daerah.
“Kita ingin pembangunan yang berkualitas, bukan proyek asal jadi. Keterbukaan, partisipasi publik, dan penegakan hukum adalah pilar kedaulatan rakyat,” pungkasnya. (Key)