Wartasentral.com, Jakarta – DPR RI menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pandangan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati, saat memberikan keterangan resmi secara virtual dalam sidang uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi, Selasa (21/10/2025).
Dalam penyampaiannya, Sari menjelaskan DPR berpandangan tidak terdapat persoalan inkonstitusionalitas norma, dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2016.
Menurutnya, dalil-dalil para pemohon uji materi bersifat kabur, tidak konsisten, dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga permohonan tersebut tidak layak dipertimbangkan lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
“Inkonsistensi dalam permohonan para pemohon berimplikasi pada kaburnya pokok permohonan, sehingga tidak terdapat pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusi dalam ketentuan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Disabilitas,” ujar Legislator Fraksi Partai Golkar itu.
DPR menilai, ketentuan dalam penjelasan pasal tersebut telah disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan, non-diskriminasi, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Hal itu sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 serta selaras dengan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) yang telah diratifikasi Indonesia.
Dengan demikian, DPR memandang tidak ada alasan konstitusional yang mendasari perubahan atau pembatalan norma tersebut.
DPR juga menegaskan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang sah untuk mengajukan permohonan uji materi.
Pasalnya, tidak dapat membuktikan adanya kerugian konstitusional yang nyata akibat berlakunya pasal tersebut.
Lantaran itu, DPR memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan para pemohon seluruhnya, serta menyatakan UU Penyandang Disabilitas tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“DPR RI memohon agar Mahkamah menyatakan, penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat,” tegas Sari.
Lebih lanjut, DPR menekankan Undang-Undang Penyandang Disabilitas merupakan hasil proses legislasi yang panjang, melibatkan partisipasi masyarakat, organisasi penyandang disabilitas, dan berbagai pemangku kepentingan.
Undang-undang tersebut, menurut DPR, mencerminkan komitmen negara dalam memastikan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas secara menyeluruh dan berkeadilan.
Wakil Ketua Komisi III itu menambahkan, DPR tetap menghormati setiap proses konstitusional yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya menjaga kepastian hukum dan stabilitas regulasi nasional, agar setiap pengujian undang-undang dilakukan dengan pertimbangan objektif dan tidak semata karena perbedaan tafsir terhadap norma.
“DPR menghormati proses konstitusional di Mahkamah Konstitusi, namun perlu memastikan agar sistem hukum nasional tetap konsisten, tidak tumpang tindih, dan tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya,” paparnya.
Melalui pandangan kelembagaan ini, DPR menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan UU Penyandang Disabilitas secara efektif dan berkelanjutan, sebagai landasan hukum utama dalam menjamin kesetaraan, aksesibilitas, dan perlindungan hak bagi seluruh penyandang disabilitas di Indonesia.
DPR juga mendorong agar pemerintah daerah, lembaga publik dan sektor swasta terus memperkuat implementasi kebijakan inklusif, sesuai semangat undang-undang tersebut. (Berb)