Wartasentral.com, Jakarta – Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kelompok pekerja yang memainkan peran penting, dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.
Meski demikian, posisi mereka seringkali berada dalam situasi rentan akibat lemahnya perlindungan hukum. Di Indonesia, berbagai aspek perlindungan PRT seperti hak dasar, upah, waktu kerja dan keselamatan kerja belum diatur secara komprehensif dalam regulasi nasional.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sarifuddin Sudding mengungkapkan, PRT merupakan profesi yang sangat rentan tidak mendapatkan suatu perlindungan. Terlebih, bukan hal yang jarang lagi terjadi saat ini. Maka dari itu, menurutnya RUU PPRT perlu disahkan.
“Ini memang akan menjadi suatu momentum yang baik, untuk kita melakukan ratifikasi terhadap (Konvensi) ILO 189. Untuk melakukan pemenuhan dan perlindungan hak-hak para pekerja rumah tangga,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat/Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ani Widyani Sutjiptop (Guru Besar Fisip UI), Drajat Tri Kartono (Dosen Sosiologi FISIP UNS), Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga Indonesia (APPSI), Dalam rangka penyusunan RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Rabu (21/5/2025).
Lebih lanjut ia menilai, belumnya Indonesia meratifikasi Konvensi ILO 189 yang berfokus dalam melindungi hak-hak pekerja rumah tangga ini, juga berdampak pada lemahnya Indonesia dalam hal memberikan perlindungan terhadap para pekerjaan migran di luar negeri, khususnya yang bekerja dalam sektor rumah tangga.
”Cukup banyak persoalan-persoalan yang terjadi, terhadap para pekerjaan migran kita yang ada di luar,” lanjutnya.
Ratifikasi ILO 189, yang juga dikenal sebagai Konvensi Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, adalah langkah penting dalam melindungi hak-hak pekerja rumah tangga.
Konvensi itu, mengatur standar kerja minimal dan hak-hak pekerja, termasuk hak atas upah yang layak, jam kerja yang wajar, dan perlindungan sosial.
Adapun Indonesia hingga kini belum meratifikasi Konvensi ILO 189, meskipun ada urgensi untuk melindungi hak-hak pekerja rumah tangga.
Lebih lanjut, Ia menilai kebijakan indonesia terkait memberikan perlindungan ini cukup kontradiktif. Sebab, di satu sisi Indonesia memberikan perlindungan undang-undang 39 tahun 1999 tentang HAM.
Namun di sisi lain, Indonesia masih mengabaikan tentang perlindungan para pekerja. “Utamanya tentang ratifikasi konvensi ILO 189 itu,” tekannya
Maka dari itu ia mengungkapkan, ratifikasi konvensi ILO 189 akan menjadi momentum bagi bangsa Indonesia dalam rangka untuk memperkuat posisi keluar.
“Utamanya adalah, bagi para pekerja-pekerja informal ya terkait menyangkut masalah para pekerja migran,” pungkasnya. (Berbua)