Ragam  

Anggota Komisi XIII Minta Ditjen Imigrasi Perbaiki Sistem SDUWHV

Anggota Komisi XIII DPR RI Muhammad Shadiq Pasadigoe. (foto : ist)
Bagikan:

Wartasentral.com, Jakarta – Anggota Komisi XIII DPR RI Muhammad Shadiq Pasadigoe meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, untuk segera memperbaiki sistem Surat Dukungan untuk Work and Holiday Visa (SDUWHV), yang menyebabkan para pelamar gagal mengunggah dokumen.

“Kita akan memastikan, evaluasi sistem digital di Imigrasi dilakukan menyeluruh. Kami ingin pelayanan publik lebih akuntabel, transparan, dan tahan gangguan teknis,” tegasnya, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, (16/10/2025).

Shadiq menegaskan, akan meminta penjelasan resmi dari Ditjen Imigrasi. Ia menilai perubahan syarat administrasi tanpa pengumuman publik, mencederai prinsip transparansi pelayanan publik.

Ia juga menegaskan, pelayanan Imigrasi seharusnya memudahkan masyarakat, bukan menimbulkan kebingungan.

“Program SDUWHV, seharusnya membuka peluang bagi anak muda menimba pengalaman di luar negeri, bukan mempersulit mereka,” ujarnya.

Shadiq menyatakan setiap perubahan kebijakan wajib, diumumkan melalui kanal resmi agar tidak merugikan masyarakat.

“Kami ingin memastikan, pelayanan keimigrasian berjalan profesional dan berpihak kepada rakyat, terutama generasi muda,” imbuhnya.

Sebelumnya, ribuan calon peserta Working Holiday Visa atau SDUWHV, mengeluhkan sistem Imigrasi yang dinilai bermasalah.

Sekitar 29.000 pelamar, menyuarakan kekecewaan di media sosial karena kesulitan mengurus surat dukungan.

Mereka menilai, sistem online tidak stabil dan memperlambat proses pendaftaran yang sangat ditunggu.

Masalah mulai muncul sekitar pukul 09.00 WIB pada Rabu, 15 Oktober 2025. Server Direktorat Jenderal Imigrasi, mengalami error hingga malam hari. Akibatnya, banyak pelamar gagal mengunggah dokumen.

“Kuota hanya 5.420 orang, sementara pendaftar 1,4 juta. Gawat banget,” tulis seorang peserta melalui media sosial.

Selama 12 jam pendaftaran berlangsung, hanya 80 pelamar yang berhasil menyelesaikan unggahan dokumen.

Kondisi itu menimbulkan kekesalan luas, karena dianggap menunjukkan lemahnya kesiapan sistem Imigrasi menghadapi lonjakan akses.

Selain itu, para pelamar juga menemukan perubahan mendadak pada persyaratan. Dana minimum di rekening koran yang semula 5.000 AUD atau sekitar Rp50 juta, kini naik menjadi Rp60 juta. Syarat nilai IELTS pun berubah. Peserta kini wajib memiliki skor 4.5 di setiap aspek, bukan hanya rata-rata.

“Banyak yang gagal, karena tidak tahu aturan baru itu,” kata seorang peserta dari Jakarta dengan nada kecewa. (Berb)

Tinggalkan Balasan