Wartasentral.com, Depok – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Depok terus mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Hak Asasi Manusia (HAM), yang digadang-gadang akan menjadi Perda pertama di Indonesia yang secara komprehensif mengatur tata kelola HAM di tingkat pemerintah daerah.
Anggota Bapemperda DPRD Kota Depok, H. Bambang Sutopo (HBS) mengatakan, pihaknya kemarin telah menggelar rapat kerja bersama seluruh perangkat daerah (OPD).
Forum ini, tegasnya, membahas penyempurnaan draf Raperda HAM, yang merupakan Perda inisiatif DPRD Kota Depok.
“Ini akan menjadi tonggak penting bagi sejarah penyelenggaraan pemerintahan Kota Depok, sebagai kota inklusif dan berkeadilan sosial. Depok menunjukkan keberaniannya, sebagai daerah pertama yang memiliki Perda HAM,” tegas HBS dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025)
Ia menyampaikan, Perda ini nantinya akan memperkuat akuntabilitas Pemerintah Kota Depok dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warga.
Regulasi tersebut, lanjutnya, juga memastikan kebijakan publik selalu sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang beradab.
“Perda ini sekaligus membuka ruang lebih besar bagi masyarakat, untuk berpartisipasi aktif dalam mewujudkan keadilan dan penghormatan HAM di Depok,” tambahnya.
HBS juga mengungkapkan, Raperda HAM tidak hanya bersifat deklaratif, tetapi memuat mekanisme penegakan dan sanksi administratif bagi aparatur maupun lembaga, yang melakukan tindakan diskriminatif atau melanggar prinsip HAM.
Beberapa bentuk sanksi yang diatur dalam draf antara lain:
1. Sanksi bagi Aparatur Pemerintah
Teguran tertulis dan pembinaan khusus bagi ASN atau pejabat daerah yang bersikap diskriminatif atau tidak adil.
Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan bagi pelanggar berulang.
Pemberhentian dari jabatan bila pelanggaran dianggap serius.
Proses penindakan akan dikoordinasikan bersama Inspektorat, BKD, hingga Komnas HAM.
2. Sanksi bagi Lembaga/Instansi
Publikasi pelanggaran HAM yang dilakukan OPD atau lembaga terkait, misalnya daftar OPD yang tidak responsif HAM.
Penghentian atau peninjauan program yang terbukti melanggar hak dasar masyarakat, seperti hak lingkungan sehat, pendidikan, atau prinsip non-diskriminasi.
Sanksi kompensasi atau pemulihan hak bagi korban, terutama jika menyasar kelompok rentan.
3. Sanksi Sosial & Pemulihan Restoratif
Permintaan maaf publik dan rehabilitasi nama baik korban.
Kewajiban tindakan korektif, termasuk pemulihan layanan publik oleh OPD pelanggar.
Pendidikan ulang (re-education) terkait HAM bagi aparat atau pelaku pelanggaran administratif.
Dengan materi regulasi yang progresif ini, kupas HBS, Depok dinilai sedang menyiapkan standar baru dalam tata kelola pemerintahan daerah yang menghormati HAM dan mendorong keterlibatan masyarakat.
“Jika ini disahkan, Depok bukan hanya jadi kota inklusif di atas kertas, tetapi benar-benar punya instrumen hukum untuk menindak, memperbaiki, dan memastikan hak warga terlindungi,” pungkasnya. (Rik)
