Ragam  

Ahli Forensik Ragukan Surat Visum Dalam Fakta Persidangan RK

Kuasa hukum RK, Agung Riyanto dari HAZ Law Firm (foto: ndi)
Bagikan:

Wartasentral.com, Depok – Perkara dugaan asusila yang dilakukan anggota DPRD Kota Depok berinisial RK, akan memasuki penuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Depok pada pekan depan.

Dalam proses pembuktian dan pemeriksaan yang telah dilaksanakan, terungkap sejumlah fakta yang mencengangkan.

Mulai dari saksi korban yang menarik pernyataan dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) dan dipersidangan mengucapkan, bahwa tidak adanya kejadian asusila. Pernyataan itu disampaikan oleh kuasa hukum RK, Agung Riyanto dari HAZ Law Firm.

“Kesaksian korban membantah semua, seperti apa yang didakwakan oleh JPU,” kata Agung seusai persidangan, Rabu (16/7/2025).

Selain itu, saksi korban juga mengaku kalau dirinya pernah melakukan hubungan bersama pacarnya. “Korban bilang, bila dirinya pernah berhubungan dengan pacarnya,” imbuhnya.

Kakak kandung korban, Fio dipersidangan mengutarakan, di BAP pertama memang menyatakan adanya dugaan persetubuhan atau pencabulan berdasarkan cerita korban.

Tetapi di persidangan hari ini saksi menjelaskan bahwa, keterangan di BAP itu atas rekayasa, diarahkan atau diperintahkan dari oknum-oknum tertentu. Saksi pun berkata arahan atau perintah itu dari inisial I, S, dan A.

“Mereka yang mengarahkan. Cerita yang sebenarnya korban mengatakan bukan persetubuhan atau pencabulan, tapi perdagangan orang,” ungkap Zaenudin yang juga tim kuasa hukum RK, Senin (21/7/2025).

Ditambah, tiga orang yang diduga mengarahkan atau memerintahkan akhirnya dipanggil JPU ke persidangan sebagai saksi walaupun sebenarnya mereka tidak masuk dalam berkas perkara.

“Ketiga saksi itu dihadirkan bukan perintah majelis hakim, tapi atas inisiatif agar terang benderang,” ujar JPU, beberapa waktu lalu.

Sementara di sidang yang ke 12 atau saksi ahli dari terdakwa, Zaenudin mengutarakan, bahwa pihaknya menghadirkan tiga saksi ahli yang terbagi atas ahli forensik dari RS UI, dr Made Mira, ahli pidana perlindungan anak Dr Diding Rahmat, dan ahli hukum pidana Dr Slamet Lumban Gaol.

Dipersidangan, kata Zaenudin, majelis hakim langsung menunjukkan surat visum et repertum dan diperkenankan untuk membaca.

Ahli menyatakan, kalau surat visum itu dibuat setelah satu hari terjadi pelaporan yang dilakukan oleh ibu korban.

Namun, untuk membuat surat itu dokter yang memeriksa tidak langsung membuat tetapi menanyakan terlebih dahulu, terkait dugaan persetubuhan atau pencabulan yang terjadi pada korban.

Saksi ahli forensik menyatakan dengan waktu yang cukup lumayan lama (6 bulan setelah kejadian) berdasarkan hal itu, maka tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Selain materi, ahli juga membahas terkait formil yang dibuat oleh dokter Wiwid sesuai berkas. dokter Wiwid, menurut ahli tidak memiliki spesifikasi untuk melakukan visum.

“Baik secara materi dan formil surat visum et repertum sangat diragukan,” kata Zaenudin menirukan perkataan Made Mira.

Masih kata dia, saksi ahli hukum pidana mempertanyakan bentuk dakwaan yang disusun jaksa. Karena penggunaan sistem dakwaan alternatif, menandakan adanya keraguan jaksa dalam menjerat terdakwa.

“Kalau jaksa menggunakan dakwaan alternatif, artinya ada ketidakpastian bukti. Ini bisa menjadi indikasi bahwa jaksa sendiri belum yakin dengan tuduhan yang ditujukan kepada terdakwa,” papar Zaenudin. (Key)

Tinggalkan Balasan