Wartasentral.com, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Slamet, mendesak pemerintah untuk segera merevisi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, agar lebih berkeadilan bagi seluruh pihak, mulai dari petani, pedagang, hingga konsumen.
Pasalnya, harga gabah di tingkat petani kini telah menembus angka Rp7.000 per kilogram, jauh di atas asumsi dasar perumusan HET yang berlaku saat ini. Sehingga, pihaknya mendesak untuk segera disesuaikan.
Terlebih, harga beras premium rata-rata sudah mencapai Rp16.602 per kilogram, dan beras medium menyentuh Rp14.317 per kilogram.
Padahal, ungkapnya, HET yang berlaku saat ini masih Rp14.900 untuk beras premium dan Rp12.500 untuk beras medium.
“Jika tidak segera disesuaikan, kebijakan HET ini justru bisa merugikan petani sebagai produsen dan pedagang sebagai pelaku distribusi, sementara konsumen juga tetap menanggung harga mahal akibat gejolak pasar yang tidak dikendalikan dengan adil,” kata Slamet, dalam keterangannya, Selasa, (22/7/2025).
Pihaknya juga ingin agar kebijakan pangan, terutama dalam hal penetapan HET, harus responsif terhadap dinamika harga di lapangan.
Menurutnya, revisi HET harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis data terbaru, agar tidak terjadi distorsi harga yang memperlebar kesenjangan antar pelaku usaha pangan.
Terlebih, belum lama ini, ditemukan beras oplosan dkmana beras medium dan premium dicampur lalu dijual dengan label menyesatkan merupakan. Slamet menyebut, kasus itu sebagai pelanggaran hukum serius yang tidak bisa ditoleransi.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tindakan mengoplos beras adalah kejahatan yang merugikan konsumen dan menciptakan ketidakadilan dalam distribusi pangan. Pemerintah harus memberikan sanksi pidana yang tegas, untuk memberi efek jera,” tegasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mendorong penguatan sistem pengawasan distribusi pangan, dengan melibatkan aparat penegak hukum, untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dan menjaga integritas pasar beras nasional.
“Kebijakan pangan yang berkeadilan, harus dimulai dari niat politik yang kuat untuk melindungi semua pihak secara proporsional, yaitu petani tidak dirugikan, pedagang tidak ditekan, dan konsumen tidak dibebani,” pungkasnya. (Berbua)