Wartasentral.com, Depok – Sehari sebelum perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2024, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2024, tentang Kewajiban Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau yang lebih dikenal dengan Perpres Publisher Rihgts.
Aturan tersebut, menuai pro dan kontra di kalangan insan pers, dengan beberapa pihak mempertanyakan esensinya dan potensi penyalahgunaannya.
“Aturan ini, mewajibkan perusahaan platform digital untuk ikut mendukung jurnalisme berkualitas di Indonesia. Antara lain, dengan tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi berita yang tidak sesuai dengan UU Pers,” kata Ketua JMSI Jawa Barat Sony Fitrah Perizal, saat jadi narasumber diskusi publik menyambut Hari Kebebasan Pers Sedunia, yang digelar oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Sekretariat Bersama atau Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Kota Depok, di Gedung Serbaguna Depok Jaya, Jalan Bangau Depok Jaya , Kota Depok, Kamis (30/5/2024).
Diskusi tersebut, mengusung tema ‘Perpres Publisher Rights, Mendukung atau Menyandera Jurnalisme Yang Berkualitas’,
Sony mewanti-wanti, agar Perpres tersebut, tidak disalahartikan sebagai semata urusan “business to business”.
Ia bahkan mengingatkan potensi penyalahgunaan istilah “publisher rights”, yang bisa mengecilkan persoalan utama pers terkait keberlangsungan hidup media atau media sustainabilty dan jurnalisme berkualitas.
Di era digital, terangnya, jurnalisme berkualitas kerap tergeser oleh sensasi dan clickbait, demi meraih keuntungan dari platform digital.
Perpres tersebut, ia harapkan dapat mendorong pers, untuk lebih profesional dan menghadirkan jurnalisme berkualitas, serta platform digital untuk mendistribusikan berita yang informatif dan bertanggung jawab.
Polemik dan Harapan
Meski Perpres itu bertujuan mulia, beberapa pihak masih meragukan efektivitasnya dan potensi penyalahgunaannya.
Terdapat kekhawatiran bahwa platform digital, dapat menggunakan Perpres itu untuk menekan perusahaan pers atau menyensor konten yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka.
Di sisi lain, tambah Sony, banyak yang berharap Perpres itu dapat menjadi landasan untuk membangun ekosistem pers yang lebih sehat dan profesional.
“Dengan kolaborasi yang konstruktif, antara pers dan platform digital, diharapkan jurnalisme berkualitas dapat kembali menjadi pilar utama demokrasi dan masyarakat yang terinformasi,” harapnya.
Polemik terkait Perpres No. 32 Tahun 2024 tersebut, beber Sony, menunjukkan kompleksitas lanskap media di era digital.
“Diperlukan diskusi mendalam dan langkah konkret dari semua pihak, untuk memastikan bahwa Perpres ini benar-benar bermanfaat bagi jurnalisme berkualitas, keberlangsungan hidup media, dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan bertanggung jawab,” tutupnya. (Thesa)