Ragam  

Cafe KOAT Beroperasi Tanpa Izin, Gedor Endus Aroma Korupsi Oknum Anggota Dewan & Satpol PP

Aksi Demonstrasi Gedor di depan Cafe KOAT (foto: bul)
Bagikan:

Wartasentral.com, Depok – Cafe berlabel KOAT Coffee yang terletak di Jl. Raya Siliwangi, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas, Depok diketahui berdiri tanpa mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari instansi terkait.

Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Ketua Gerakan Depok Bersatu (Gedor) Eman Sutriadi, mengungkapkan kekhawatiran serius tentang praktik oknum-oknum yang berusaha mengakali regulasi Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, dalam keterangan pers yang disampaikan Senin (29/12/2025).

“Kita tidak menghalang-halangi para investor, untuk melakukan investasinya di kota yang sama-sama kita cintai ini. Tetapi, investasi yang dilakukan setidaknya harus mengacu kepada aturan, regulasi yang berlaku di Pemerintahan Kota Depok itu sendiri,” tegasnya.

Ia menambahkan, kepatuhan terhadap peraturan adalah dasar bagi perkembangan sehat yang tidak merusak tatanan sosial, hukum dan lingkungan kota.

Masalah pelanggaran izin yang diajukan, dinilai sebagai persoalan klasik yang sudah lama mengganggu masyarakat Depok, selain pelanggaran aturan lingkungan dan tata ruang.

Banyak kasus bangunan yang berdiri tanpa izin telah menyebabkan kemacetan, masalah keamanan, dan penurunan kualitas hidup warga.

Namun, di era pemerintahan SS – Chandra, ia berharap akan terjadinya perubahan nyata dan mendasar dalam penegakan aturan.

“Kita berharap, Kota kita ini benar-benar terjadi perubahan untuk menjadikan Depok Maju Bersama,” imbuhnya.

Eman menekankan harapan masyarakat terhadap kejelasan, konsistensi, dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan tanpa pandang bulu, baik terhadap investor besar maupun usaha kecil.

Ia menyampaikan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah akan terbangun kembali jika aturan diterapkan secara adil dan merata.

Ia juga menekankan peran Tim Operasi Penertipan Terpadu, yang berwenang menyegel bangunan yang melanggar aturan.

Menurutnya, mekanisme penegakan hukum sudah ada secara formal, tetapi prosesnya seringkali terhenti atau tidak dilakukan secara tuntas karena berbagai alasan, termasuk campur tangan pihak luar.

“Kewenangan ada di tim terpadu untuk melakukan penyegelan terhadap bangunan yang melanggar, tetapi prosesnya seringkali terhenti atau tidak tuntas,” ungkapnya.

Kadang-kadang, sambungnya, plang segel yang dipasang hilang dalam waktu singkat, seolah-olah tidak pernah ada penertipan.

Yang lebih mengkhawatirkan, sebutnya, pengabaian plang segel berlogo Pemkot Depok bukan hanya pelanggaran administrasi semata, tetapi juga pelecehan terhadap kewibawaan pemerintah daerah.

Logo Pemkot Depok, menurutnya, adalah simbol kedaulatan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah, yang terbit berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1999 terkait dengan Logo Pemerintahan Kota Depok.

“Logo ini, bukan serta-merta ada begitu saja. Ia memiliki status hukum yang jelas, jadi mereka yang melecehkannya – baik dengan mencabut plang segel atau mengabaikannya – patut dikenai sanksi yang sesuai,” ulasnya.

Belum lagi, imbuh Eman, ada indikasi yang cukup mengkhawatirkan tentang penyuapan kepada salah satu oknum anggota Satpol PP Depok sebesar 70 juta rupiah.

Ia mengutarakan, kasus ini bukan hanya masalah pelanggaran aturan, tetapi juga masalah korupsi yang merusak tatanan hukum dan kepercayaan masyarakat, terhadap lembaga negara yang seharusnya melindungi kepentingan publik.

“Ini bukan hanya pelanggaran aturan, tapi korupsi yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Ketika petugas yang seharusnya menegakkan hukum malah menerima suap, maka sistem penegakan hukum akan hancur,” lontarnya.

Parahnya lagi, ucap Eman, diduga salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok membekengi bangunan kafe KOAT Coffee, yang belum memiliki IMB.

Ia menegaskan, keberadaan oknum di tingkat legislatif membuat upaya penegakan hukum semakin terhambat dan membuat masyarakat semakin skeptis terhadap proses demokrasi di kota.

“Ketika pihak yang seharusnya memantau kinerja pemerintah malah jadi pelindung pelanggar hukum, maka masalah akan semakin sulit diselesaikan. Ini menunjukkan, ada celah dalam sistem pengawasan yang perlu segera diperbaiki,” bebernya.

Dalam penutup keterangannya, ia menyerukan kepada Pemerintah Kota Depok dan DPRD Depok, untuk segera menindaklanjuti semua indikasi yang diajukan secara transparan dan profesional.

Ia berharap penelitian mendalam akan dilakukan oleh pihak yang berwenang, untuk mengungkap kebenaran dan memberikan sanksi yang sesuai kepada pihak-pihak yang bersalah, tanpa memandang jabatan atau status mereka.

“Kita membutuhkan kejelasan, transparansi, dan ketegasan dari semua lembaga, agar Depok bisa maju tanpa gangguan praktik yang tidak pantas. Hanya dengan begitu, kota ini akan menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi warga serta investor yang patuh,” utasnya.

Selain seruan, Gedor juga mengeluarkan empat tuntutan tegas kepada berbagai lembaga terkait:

1. Tim Operasi Penertipan Terpadu Satpol PP Kota Depok, segera memasang kembali plang segel di lokasi bangunan KOAT Coffee dan menghentikan seluruh kegiatan operasional kafe tersebut, sampai mendapatkan ijin sah dari instansi terkait.

2. Walikota Depok melakukan penyelidikan internal dan usut tuntas dugaan suap yang dilakukan oleh oknum anggota Satpol PP Depok, serta segera melaporkan kasus ke lembaga penindak pidana korupsi (Tipikor) jika terbukti benar.

3. DPRD Depok membentuk tim pemeriksaan khusus untuk usut tuntas dugaan oknum anggota Dewan yang terlibat memberikan perlindungan kepada pengelola KOAT Coffee, termasuk melakukan proses pemeriksaan etis terhadap anggota yang diduga terlibat.

4. Dinas Penanaman Modal, Penanaman Usaha, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok, memberikan penjelasan detail dan transparan kepada masyarakat mengenai alasan mengapa KOAT Coffee bisa beroperasi tanpa memiliki ijin mendirikan bangunan, serta menindaklanjuti pelanggaran tersebut. (Key)

Tinggalkan Balasan