Wartasentral.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali memperkuat komitmennya, dalam penerapan Smart Industrial Safety (SIS) melalui Indonesia – Japan Consortium for Smart Industrial Safety (IJCSIS).
Langkah ini ditempuh untuk mendukung implementasi teknologi industri 4.0 dan kecerdasan buatan, dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan kerja (K3) pada sektor industri manufaktur nasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan, penerapan teknologi digital dan sistem cerdas berperan penting dalam meningkatkan keselamatan kerja.
Menurutnya, pemanfaatan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Machine Learning, Internet of Things, Big Data, maupun Cybersecurity mampu memberikan deteksi dini terhadap potensi bahaya, memprediksi resiko, serta membangun sistem keselamatan yang adaptif dan responsif.
“Dengan memanfaatkan teknologi digital dan sistem cerdas, SIS bukan hanya berperan penting dalam menjaga K3, tetapi juga mampu meningkatkan efisiensi proses industri,” ungkap Menperin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (31/10/2025.
Sementara itu, sektor industri kimia juga menjadi fokus penting dalam implementasi SIS, mengingat karakteristiknya yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan kerja.
Komitmen ini ditandai dengan keikutsertaan Kemenperin pada Seminar dan Penandatanganan Perjanjian Implementasi Smart Industrial Safety (SIS) untuk sektor industri kimia, yang diwakili oleh Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Wiwik Pudjiastuti.
Kegiatan ini diselenggarakan di Gedung Science Techno Park Universitas Indonesia, Depok beberapa waktu lalu.
Menurut Wiwik, industri kimia merupakan salah satu pilar utama pembangunan industri nasional, yang memegang peranan strategis dalam rantai pasok global.
“Indonesia saat ini menempati posisi strategis sebagai pusat industri kimia di kawasan Asia Tenggara, dengan kapasitas produksi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga menopang rantai pasok global,” terangnya.
Kinerja industri kimia nasional menunjukkan tren positif. Pada semester pertama tahun 2025, sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil mencatat pertumbuhan PDB sebesar 6,70 persen, dengan kontribusi 3,82 persen terhadap total PDB nasional, nilai ekspor mencapai USD 25,89 miliar, dan total investasi sebesar Rp 93,93 triliun.
“Pencapaian ini menunjukkan optimisme tinggi terhadap daya saing sektor industri kimia Indonesia, sekaligus menegaskan kepercayaan investor terhadap stabilitas dan prospek jangka panjang industri nasional,” ungkapnya.
Namun, seiring dengan pertumbuhan yang pesat, Wiwik menilai bahwa peningkatan aktivitas industri, juga menghadirkan tantangan baru dalam hal keselamatan dan pengelolaan risiko bahan kimia berbahaya.
“Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan industri tidak hanya berorientasi pada produktivitas, tetapi juga mengutamakan aspek keselamatan dan keberlanjutan. Keamanan kerja harus menjadi fondasi dalam setiap aktivitas industri,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret menghadapi tantangan tersebut, konsorsium yang dijalin antara Indonesia dengan Jepang telah menunjukkan langkah tegas pemerintah dalam menerapkan sistem keselamatan industri yang berbasis teknologi cerdas di Indonesia, terutama pada sektor industri kimia.
Adapun kerja sama ini melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, dan pelaku industri asal kedua negara. Dari Indonesia, pihak akademisi diwakili Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sementara pelaku industri, kupasnya, diwakili Federation of The Indonesian Chemical Industry (FIKI) dan Responsible Care Indonesia (RCI).
Sedangkan perwakilan Jepang dalam kolaborasi ini melibatkan Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Yokohama National University (YNU), Japan Electric Measuring Instruments Manufacturers’ Association (JEMIMA), serta Japan Electronics and Information Technology Industries Association (JEITA).
Selain penguatan kerja sama internasional, Kemenperin juga berkomitmen mendorong peningkatan kompetensi tenaga kerja industri melalui pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi keselamatan.
Program pelatihan dan pertukaran pengetahuan di bawah IJCSIS, akan diarahkan untuk menciptakan tenaga ahli yang mampu menerapkan sistem keselamatan modern di lapangan.
“Sumber daya manusia yang kompeten dan berwawasan teknologi, menjadi ujung tombak dalam memastikan implementasi Smart Industrial Safety berjalan efektif,” ucap Wiwik.
Sebelumnya, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Keadaan Darurat.
Bahan Kimia dalam Kegiatan Usaha Industri Kimia yang mengatur langkah pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat bahan kimia, dalam kegiatan usaha industri.
Permenperin ini mewajibkan industri kimia, untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan melalui identifikasi risiko pada industri serta menyusun dokumen prosedur keadaan darurat bahan kimia.
“Kolaborasi dengan Jepang membuka peluang besar bagi transfer teknologi, riset bersama, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang keselamatan industri,” kata Wiwik.
Sebagai penutup, Wiwik mengajak seluruh pihak untuk menjadikan seminar ini, sebagai momentum memperkuat kolaborasi dan komitmen bersama dalam menciptakan ekosistem industri yang aman dan berkelanjutan.
“Keselamatan, adalah investasi jangka panjang bagi industri. Melalui sinergi antara pemerintah, industri, dan akademisi, kita dapat membangun sektor industri kimia yang tidak hanya tumbuh pesat, tetapi juga tangguh dan berorientasi pada keselamatan,” tutupnya. (Key)
