Ekbis  

Legislator Sebut Dana Rp 200 T Hanya Jadi Beban Bank

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit. (Foto : jim)
Bagikan:

Wartasentral.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit, menilai penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), hanya menjadi beban bagi perbankan. Pasalnya, kredit nganggur saja mencapai Rp 2.304 triliun per Juni 2025.

Anggota DPR dan sejumlah ekonom menilai, kebijakan pemerintah menyalurkan Rp 200 triliun ke bank Himbara berisiko menjadi beban bagi bank dan tidak menjawab persoalan ekonomi.

Pasalnya, bank sudah kelebihan likuiditas dan bunganya yang tinggi pada penempatan deposito tersebut.

Dana yang berasal dari saldo pemerintah ini, justru bisa menekan profitabilitas bank dan tidak efektif menggerakkan sektor riil jika tidak disalurkan sebagai kredit ke masyarakat.

Hal itu dikatakan Dolfie saat rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia sempat mengkonfirmasi data jumlah kredit nganggur tersebut dan dibenarkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

“Berapa sebenarnya kredit nganggur di perbankan? Menurut data Juni 2025 itu senilai Rp 2.304 triliun, ini benar atau enggak?,” tanya Dolfie saat rapat kerja tersebut, Rabu (17/9/2025).

“Betul? Nah artinya yang nganggur saja sudah Rp 2.000-an (triliun), tambah Rp 200 (triliun), kita nggak tahu nih untuk apa. Rp 2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp 200 triliun, malah bikin beban,” tambah Dolfie.

Awalnya Dolfie menyoroti Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan, yang tidak pernah mencapai level 90%. Pada Juli 2025 sempat meningkat menjadi 86,54%, namun turun ke level 86,03% pada Agustus 2025 dan berlanjut turun menjadi 85,34% setelah mendapatkan penambahan dana dari pemerintah.

“Mau mengejar sampai 90, saya nggak tahu apa bisa atau tidak dunia usaha kita itu,” ucap Dolfie pesimis.

Ia mendapat informasi bahwa dana pemerintah Rp 200 triliun yang ditempatkan di bank itu, berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), yang menjadi bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika kebijakan ini berdampak negatif, maka rakyat akan ikut menanggung.

“SAL berasal dari mana? Dari SBN, kita bayar bunga SBN, sementara bunga yang dikasihkan ke bank rendah, jadi tanggungan APBN akhirnya. Uang APBN uang rakyat, jadi rakyat juga yang menanggung akibat dari kebijakan ini,” imbuhnya.

Alasan Kebijakan Dianggap Menjadi Beban Bank

Penempatan dana pemerintah dalam bentuk deposito on call dengan bunga sekitar 4%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan bunga giro (0%) atau deposito jangka pendek lainnya (2,5%-3,5%).

Kelebihan Likuiditas

Kondisi perbankan saat ini justru sudah kelebihan likuiditas, sehingga penambahan dana dengan bunga tinggi justru bisa menjadi beban dan menekan profitabilitas bank.

Meski dimaksudkan untuk menggerakkan ekonomi, penyaluran dana Rp 200 triliun ke bank Himbara mendapat sorotan.

Karena berpotensi menjadi beban bagi bank, dengan biaya bunga yang tinggi, dan kurang efektif jika tidak tepat sasaran dalam menggerakkan sektor riil. (Berb)

Tinggalkan Balasan